Minggu, 10 Januari 2010
“SURGA DUNIA” INDONESIA SEBAGAI ASET PARIWISATA BANGSA (Part 2)
Indonesia dengan luas perairan laut 5,8 juta km2 merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi dengan tingkat endemis yang tinggi khususnya di Pulau Sulawesi, Irian Jaya dan Mentawai. Dari segi keanekaragaman ekoistem, Indonesia banyak terdapat variasi ekosistem lautan Tercatat sebanyak 5 ekosistem perairan dan 42 ekosistem daratan. Sedangkan pada tingkat spesies, keanekaragaman hayati laut Indonesia terdiri dari 12 spesies lamun, 30 spesies mamalia, 210 spesies karang lunak, 350 spesies karang batu, 350 spesies gorgonian, 745 spesies echinodermata, 782 spesies alga, > 850 spoge, 1.502 spesies krustasea, > 2.006 spesies ikan dan 2.500 spesies moluska (Dahuri, 2003). Jumlah masing-masing spesies tersebut akan semakin bertambah sejalan dengan makin aktifnya kegiatan penelitian kelautan. Secara prosentase keseluruhan pada saat ini Indonesia memiliki 27,2% dari seluruh spesies flora dan fauna yang terdapat di dunia. Diperkirakan12% mamalia, 23,8 amphibi, 31,8 reptilia, 44,7% ikan, 40% moluska dan 8,6% rumput laut dari spesies yang telah ditemukan di dunia terdapat di Indonesia.
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia juga kaya akan bahan tambang dan mineral, seperti minyak, gas, bijih besi, bauksit, dan pasir kwarsa. Sebagian besar sumberdaya ini juga belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi lestari sumberdaya perikanan laut sebesar 6,7 juta ton/tahun baru dimanfaatkan sekitar 48%.
Departemen Kelautan dan Perikanan telam memberikan pembobotan (scoring) terhadap terumbu karang yang terdapat di Indonesia dan di dunia seperti yang tersajikan dalam tabel scoring di bawah ini. Nilai Scoring yang tertinggi didominasi oleh taman laut yang ada di Indonesia, yaitu Kepulauan Takabonerate (35), Kepulauan Tukang Besi (35), Kepulauan Sabalana (34), Pulau Irian/Cendrawasih (34), Pulau Flores (31) dan Red Sea (31).
Tabel hasil scoring terhadap beberapa kawasan terumbu karang.
No Taman Laut Lokasi Nilai
1 Kepulauan Takabonerate Indonesia 35
2 Kepulauan Tukang Besi Indonesia 35
3 Kepulauan Sabalana Indonesia 34
4 Pulau Irian/Cendrawasih Indonesia 34
5 Pulau Flores Indonesia 31
6 Red Sea Timur Tengah 31
7 Great Barrier Reef Australia 28
8 Bunaken Indonesia 28
9 Maldives Maldives 28
10 Maluku/Banda Indonesia 27
11 Carribea Carribea 25
12 Tahiti Tahiti 22
13 Kepulauan Riau Indonesia 18
Sumber : World Tourism Organization dalam Departemen Kelautan dan Perikanan (2000) dalam Dahuri (2003).
Takabonerate merupakan karang atol nomor tiga terbesar di dunia, yaitu setelah atol Kwajalein di Kepulauan Marshall dan atol Suvadiva di Kepulauan Maladewa (Maldives). Berdasarkan bentuknya atol Takabonerate memiliki gosong terumbu (patch reef) yang banyak (Tomascik et al., 1997). Luas atol Takabonerate adalah 530.756 ha, terdiri dari gugusan pulau-pulau gosong karang dan rataan terumbu (reef flat) yang luas. Di antara pulau-pulau tersebut dijumpai selat sempit yang dalam dan terjal. Selanjutnya pada rataan permukaan terumbu banyak dijumpai kolam kecil yang jernih dan dalam. Takabonerate merupakan warisan nasional yang mempunyai nilai konservasi dan estetika yang tinggi nilai konservasi dikaitkan dengan tingginya potensi keragaman hayati yang terkandung di dalamnya; sedangkan nilai estetika yang tinggi dikaitkan dengan potensi keindahan alam pesisir laut yang dapat dijadikan modal pengembangan wisata bahari.
Selain itu, Indonesia merupakan tempat komunitas mangrove terluas di dunia (4,25 juta hektar) yang mewakili 25% dari luas mangrove dunia atau 75% dari luas mangrove di Asia Tenggara. Di dalam ekosistem ini dijumpai 202 jenis vegetasi mangrove, 89 jenis pepohonan, 5 jenis tumbuhan paku-pakuan, 19 jenis tumbuhan liana, 44 jenis tumbuhan herba, dan 44 jenis tumbuhan epifit (Dahuri, 2003).
Pusat keanekaragaman hayati laut dunia, terutama terumbu karang terletak di kawasan segitiga karang. Kawasan ini meliputi Indonesia, Philipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea dan Kepulauan Salomon. Indonesia sendiri memiliki luas total terumbu karang sekitar 51.000 km2 yang menyumbang 18% luas total terumbu karang dunia dan 65% luas total di coral triangle. Saat ini, kepulauan Raja Ampat di Papua Barat merupakan kepulauan dengan jumlah jenis terumbu karang tertinggi di dunia.
Jumlah jenis terumbu karang di Raja Ampat merupakan 75% dari seluruh jenis terumbu karang dunia yang pernah ditemukan. Walaupun kepulauan Carribean di Amerika tengah dan Great Barrier Reef Marine Park di Australia sangat terkenal, kedua kawasan tersebut hanya memiliki sekitar 400 jenis karang.
Spesies karang yang paling banyak atau paling beragam terdapat dikawasan Maluku dan Sulawesi. Berbagai tipe terumbu karang dapat ditemui khususnya terumbu cincin (atoll atau pseudo-atoll) yang jumlahnya mencapai 55 buah (Dahuri, 2003). Beberapa kepulauan di Indonesia yang juga memiliki jenis karang cukup tinggi adalah Nusa Penida (Bali) , Komodo (NTT), Bunaken (Sulawesi Utara), Kepulauan Derawan (Kalimantan Timur), Kepulauan Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Teluk Cendrawasih (Papua). Umumnya perairan kawasan timur Indonesia memiliki terumbu karang yang lebih beraneka ragam. Diperkirakan bahwa keanekaragaman spesies sebanyak 335-362 spesies karang scleractinian dan 263 spesies ikan hias laut. Hal ini menciptakan keindahan panorama alam bawah laut yang luarbiasa bagi para penyelam, bahkan dapat dikatakan bahwa surga para penyelam.
Rabu, 30 Desember 2009
“SURGA DUNIA” INDONESIA SEBAGAI ASET PARIWISATA BANGSA
Sabtu, 26 Desember 2009
hasil analisis korelasi antar stasiun hujan DIY
ANALISIS REGRESI DAN KORELASI STASIUN HUJAN DIY
Hujan merupakan salah satu dinamika atmosfer yang sangat penting dalam siklus hidrologi. Skilus hidrologi merupakan pengontrol dari siklus hujan dan dinamika atmosfer. Analisis hujan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan. Sebelum data hujan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan data hujan tersebut haruslah diolah terlebih dahulu. Data hujan tersebut harus dilengkapi terlebih dahulu dan isi. Setelah diisi dan dilengkapi maka dilakukan uji konsistensi dan korelasi. Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui tingkat korelasi antar stasiun hujan.
Uji korelasi antar stasiun hujan dilakukan pada 32 stasiun hujan DIY. Stasiun hujan tersebut dipilih bebrpa buah stasiun untuk di uji korelasi antar stasiun hujannya. Stasiun hujan yang diambil adalah stasiun hujan yang berdekatan. Sebagai contoh seperti pada Stasiun Kaliurang dan Ngipiksari yang mempunyai jarak antar stasiun sebesar 2,6 km. Uji korelasi dilakukan dengan membandingkan nilai R dengan jarak antar stasiun. Dari hasil perhitungan didapatkan berbagai variasi nilai R. Ternyata didapatkan bahwa variasi nilai R juga menunjukkan variasi nilai jarak. Nilai R dan jarak antar stasiun hujan tersebut diplotkan dalam grafik.
Stasiun | Jarak (Km) | R |
Kenteng - Wijilan | 5,7 | 0,9901 |
Kenteng - Sentolo | 8,55 | 0,9631 |
Kenteng - Sami Galuh | 12,11 | 0,9856 |
Kenteng - Sendang Pitu | 8,65 | 0,9528 |
Kenteng - Gesikan | 16,61 | 0,9356 |
Stasiun Kaliurang-Ngipiksari | 2,6 | 0,9752 |
Stasiun Kaliurang-Banjarharjo | 5,73 | 0,9645 |
Stasiun Kaliurang-Babadan | 1,28 | 0,9759 |
Stasiun Kaliurang-Turi | 3,76 | 0,9484 |
Stasiun Kaliurang-Tempel | 11,51 | 0,9595 |
Stasiun Adisucipto-Condong catur | 1,12 | 0,9742 |
Stasiun Adisucipto-Gondangan | 2,23 | 0,9756 |
Stasiun Adisucipto-Wonocatur | 4 | 0,9901 |
Stasiun Adisucipto-Jambon | 5,56 | 0,9889 |
Stasiun Adisucipto-Jogja | 5,95 | 0,9916 |
Stasiun Adisucipto-Ngelo | 7,11 | 0,9903 |
Stasiun Umbulharjo-Sonayan | 2,49 | 0,9836 |
Stasiun Umbulharjo-Yogya DPU | 8,87 | 0,9817 |
Stasiun Umbulharjo-Wonocatur | 9,89 | 0,9942 |
Stasiun Umbulharjo-Jatingarang | 11,4 | 0,9795 |
Stasiun Umbulharjo-Jambon | 11,16 | 0,9691 |
Stasiun Wonosari-Kenatan | 16,54 | 0,9397 |
Stasiun Wonosari-Wates | 18,42 | 0,9015 |
Stasiun Wonosari-Gedangsari | 13,23 | 0,9428 |
Stasiun Wonosari-Tepus | 28,14 | 0,8391 |
Stasiun Wonosari-Semin | 24,41 | 0,9520 |
Stasiun Jambon-Wonocatur | 3,99 | 0,972 |
Stasiun Jambon-Yogjakarta | 2,18 | 0,933 |
Stasiun Jambon-Jatingarang | 4,5 | 0,933 |
Stasiun Jambon-Gesikan | 9,87 | 0,946 |
Stasiun Jambon-Condongcatur | 5,52 | 0,983 |
Stasiun Ngelo-Meguwo | 4,65 | 0,939 |
Stasiun Ngelo-Gondangan | 5,21 | 0,959 |
Stasiun Ngelo-Lanud | 6,94 | 0,990 |
Stasiun Ngelo-Banjarharjo | 14,18 | 0,968 |
Stasiun Ngelo-Tempel | 10,12 | 0,961 |
Stasiun Sendang Pitu-Wijilan | 3,41 | 0,971 |
Stasiun Sendang Pitu-Samigaluh | 11,53 | 0,972 |
Stasiun Sendang Pitu-Kenteng | 8,46 | 0,953 |
Stasiun Sendang Pitu-Lanud | 14,55 | 0,981 |
Stasiun Sendang Pitu-Gesikan | 14,44 | 0,984 |
Stasiun Wates-Umbulharjo | 2,29 | 0,916 |
Stasiun Wates-Sonayan | 2,48 | 0,912 |
Stasiun Wates-Kenatan | 9,43 | 0,918 |
Stasiun Wates-Wonosari | 18,29 | 0,901 |
Stasiun Wates-Jatingarang | 13,7 | 0,879 |
Stasiun Babadan-Banjarharjo | 4,92 | 0,9830 |
Stasiun Babadan-Kaliurang | 1,24 | 0,9760 |
Stasiun Babadan-Meguwo | 11,97 | 0,9590 |
Stasiun Babadan-Ngipiksari | 3,63 | 0,9750 |
Stasiun Babadan-Turi | 4,6 | 0,9690 |
Stasiun Jetis-Jatingarang | 4,66 | 0,9480 |
Stasiun Jetis-Gesikan | 5 | 0,9680 |
Stasiun Jetis-Jambon | 7,5 | 0,9650 |
Stasiun Jetis-Yogyakarta | 8,56 | 0,9800 |
Stasiun Jetis-Wonopeti | 11,51 | 0,9620 |
Stasiun Ngipiksari-Turi | 2,17 | 0,9630 |
Stasiun Ngipiksari-Kaliurang | 2,23 | 0,9750 |
Stasiun Ngipiksari-Babadan | 3,92 | 0,9750 |
Stasiun Ngipiksari-Banjarharjo | 7,89 | 0,9810 |
Stasiun Ngipiksari-Tempel | 11,36 | 0,9800 |
Stasiun Wonocatur-Gondangan | 3,72 | 0,9770 |
Stasiun Wonocatur-Lanud Adisucipto | 4,25 | 0,9900 |
Stasiun Wonocatur-Condongcatur | 3,29 | 0,9600 |
Stasiun Wonocatur-Jambon | 3,91 | 0,9720 |
Stasiun Wonocatur-Yogyakarta | 3,25 | 0,9910 |
Sumber : Hasil perhitungan
Grafik dibawah ini menunjukkan adanya hubungan yang negatif. Artinya bahwa semakin nilai R (sumbu Y) mendekati satu dan mempunyai jarak (sumbu X) yang relatif kecil maka stasiun hujan tersebut semakin berkorelasi. Semakin jauh jarak dan semakin kecil nilai R maka korelasi antar stasiunnya akan semakin kecil (melemah). Dilihat juga dalam grafik dibawah ini bahwa ternyata sebagian stasiun hujan yang telah dilakukan uji krorelasi menunjukkan korelasi antar stasiun, kecenderungan nilai R relatif besar dan jarak antar stasiun relatif dekat. Seperti Stasiun Wonosari dan Tepus yang mempunyai korelasi yang rendah, jarak antar stasiun sangat besar, dan nilai R rendah. Sehingga korelasi antar stasiun tersebut tergolong rendah.
Sumber : Hasil perhitungan
Korelasi antar stasiun dapat menunjukkan berbagai kondisi. Apabila korelasi menunjukkan korelasi yang besar ataupun kuat maka dapat dikatakan bahwa stasiun tersebut masih salaing mepengarui dan dipengaruhi oleh stasiun hujan yang berada disekitarnya. Apabila berkorelasi rendah maka stasiun hujan tersebut tidak dipengaruhi dan mempengaruhi stasiun disekitarnya (terdekat). Korelasi stasiun hujan ini juga menunjukkan kondisi stasiun hujan. Kondisi topografi akan berpengaruh terhadap kondisi data stasiun hujan. Daerah yang bertopografi bergunung dengan daerah yang bertopografi datar tentu saja akan berbeda kondisinya. Sehingga faktor fisik (topografi) mempengaruhi korelasi antar stasiun hujan selain jarak dan nilai R.
Semua itu juga tak terlepas dari dinamika atmosfer yang terjadi, suatu daerah akan memepunyai dinamika atmosfer yang berbeda dengan daerah yang lainnya. Dinamika atmosfer tersebut lebih dipengaruhi oleh kondisi atmosfer sekitar. Pada skala mikro akan berpengaruh pada lingkup area yang kecil saja. Dinamika atmosfer inilah yang jug menyebabkan adanya variasi nilai R. dinamika atmosfer sangatlah dikontrol oleh siklus hidrologi yang terjadi. Siklus hidrologi memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan. Hujan merupakan salah satu konponen dari proses hidrologi yang akan sangat menentukan kondisi hidrologi yang lainnya seperti kondisi dan kondisi airtanah, air permukaan.
Pustaka
Weisner, C.J. 1970. Hidrometeorology. London: Chapman and Hall Ltd.
http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=122&Itemid=71 diakses tanggal 19 Desember 2009 pukul 20.08 WIB