Rabu, 30 Desember 2009

“SURGA DUNIA” INDONESIA SEBAGAI ASET PARIWISATA BANGSA


Indonesia sebagai negara mega biodiversity nomor dua di dunia setelah Brazil, Indonesia telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi baik yang terletak di daratan maupun di perairan. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan (archipelago) terbesar di dunia yang memiliki lebih kurang sekitar 17.500 pulau, dengan sekitar 6000 pulau yang merupakan pulau yang berpenduduk atau berpenghuni (Dahuri, et al., 1996).
Selain itu, Indonesia terletak di wilayah pertemuan 4 lempeng tektonik yang aktif merupakan sebuah negara kepulauan yang terbesar di dunia dengan luas daratan dan luas perairan yang sangat besar (Verstappen, 1983). Selain itu letak Indonesia berada pada posisi tengah yang dilintasi poros bumi yakni khatulistiwa (equator) dan diapit oleh dua samudera. Kondisi geografis dan geologis tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan alam yang luar biasa melimpah, menjadikannya negara dengan mega biodiversity kedua di dunia.
Indonesia secara keseluruhan juga memiliki garis pantai terpanjang yakni di dunia lebih kurang 81.000 km yang merupakan 14 % dari garis pantai yang ada diseluruh dunia. Luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, atau mendekati 70% dari seluruh luas Indonesia. Dengan kondisi demikian, wajar apabila Indonesia mempunyai  wilayah pesisir dan lautan yang kaya akan sumberdaya alam hayati dan beranekaragam. Kekayaan tersebut tercermin dari banyaknya spesies ikan dan terumbu karang yang hidup di Indonesia. Tidak hanya itu saja, tetapi juga dengan banyaknya ekosistem pesisir  dan lautan yang terdapat di Indonesia memperkaya kekayaan alam Indonesia.  Ekosistem di laut Indonesia tercata sangat bervariasi. Ekosistem ini menopang kehidupan dari sekian banyak spesies. Indonesia merupakan rumah bagi hutan bakau yang sangat luas dan padang lamun, serta menjadi rumah bagi sebagian besar terumbu karang yang ada di Indonesia.
 Tidak hanya itu, wilayah pesisir dan perairan lautan Indonesia mempunyai kekayaan  non hayati yang melimpah pula seperti tambang dan mineral. Minyak bumi, gas alam, bijih besi, bauksit, dan pasir kwarsa merupakan beberapa contoh barang tambang dan mineral yang ada di wilayah pesisir dan lautan Indonesia.
Tidak hanya kekayaan alam yang luar biasa melimpah, Indonesia juga dianugerahi keindahan alam yang luar biasa memesona. Keindahan alam Indonesia ini menjadikan Indonesia dilirik oleh negara lain sebagai tujuan wisata. Bahkan Indonesia dapat dikatakan sebagai surga dunia, terutama kawasan pesisir dan lautannya merupakan “surga dunia” yang terkenal di dunia. Seperti Taman Laut Nasional Bunaken yang berada di Sulawesi Utara, merupakan taman laut terumbu karang yang cukup familiar di mata dunia. Bahkan dapat dikatakan sebagai salah satu surga dunia karena keindahan alamnya.
Ditambah pula dengan keragaman budaya yang majemuk akan sangat menarik para wisatawan domestik ataupun mancanegara untuk menjadikan Indonesia sebagai tujuan wisata yang harus dikunjungi. Ada berbagai macam bentuk wisata yang ditawarkan oleh keindahan alam Indonesia. Wisata bahari, wisata pegunungan, dan wisata budaya merupakan beberapa contoh wisata yang dapat dikembangkan di Indonesia.
 Wisata bahari merupakan salah satu wisata yang dapat dikembangkan secara optimal mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya adalah lautan. Keanekaragaman dan kekayaan hayati lautannya telah terkenal di dunia. Sehingga, Indonesia sangat potensial sekali  bila dikembangkan wisata bahari. Selain kondisi geografisnya, fakta bahwa sektor pariwisata merupakan salah satu penyumbang devisa negara membuat wisata pantai dan laut (wisata bahari) layak untuk dikembangkan.
Seperti yang terjadi saat ini, krisis global tengah melanda perekonomian dunia. pariwisata merupakan salah satu alternatif atau solusi untuk keluar dari keterpurukan ekonomi (Fandelli, 2002). Keterpurukan ekonomi akibat kerusakan lingkungan dan pengurasan sumberdaya alam meyebabkan kepariwisataan alam mengalami perkembangan yang meningkat.  Pada dekade delapan puluhan yang lalu tren pariwisata dunia mengalami perubahan pola pariwisata dari mass tourism ke qualitative tourism (Fandelli, 2002). Ini ditandai dengan adanya perubahan basis kepariwisataan yakni alam dan masyarakat lokal.  Kepariwisataan ini juga dapat disebut sebagai kepariwisataan modern yang berorientasi pada menjamah pantai dan laut yang hangat airnya seperti di kawasan tropika. Wisatawan tidak hanya menginginkan dapat berjemur diatas pasir pantai yang putih, tetapi juga dapat melakukan olahraga air seperti ski-air, snorkeling, diving, berlayar di atas laut dan sebagainya. Sehingga tidak mengherankan bila wisatawan mancanegara berbondong-bondong menyerbu tujuan wisata pantai dan laut tropika, seperti Asia (terutama Indonesia), Afrika dan Amerika Latin.

DAFTAR PUSTAKA
 Bemmelen, R.W van . 1970. The Geology of Indonesia. Martinus Njoff. The Hague.
Budiharsono, Sugeng. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT Pradnya Pramita. Jakarta.
Dahuri, Rokhim., Sapta, Jacub Rais., Ginting, Putra., Sitepu, M. J. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.
Dahuri, Rokhim.2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fandelli, Chafid. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Fandelli, Chafid. 2002. Kepariwisataan Alam. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Soemarwoto, Otto. 1983. Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Spillane, James J. 1994. Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Supriharyono, 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji dan M.K. Moosa. 1997. The Ecology of Indonesian Sea. Part II. Periplus Edition (HK) Ltd. Singapore.
Verstappen, H.Th. 1983. Applied geomorphology : Geomorphological Surveys for Environmental Development. Elsvier. Amsterdam
Disarikan dari Karya Tullis untuk Beswan Djarum 2008/2009 oleh Destianingrum Ratna Prabawardani.


Sabtu, 26 Desember 2009

hasil analisis korelasi antar stasiun hujan DIY

ANALISIS REGRESI DAN KORELASI STASIUN HUJAN DIY

 

Hujan merupakan salah satu dinamika atmosfer yang sangat penting dalam siklus hidrologi. Skilus hidrologi merupakan pengontrol dari siklus hujan dan dinamika atmosfer. Analisis hujan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan. Sebelum data hujan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan data hujan tersebut haruslah diolah terlebih dahulu. Data hujan tersebut harus dilengkapi terlebih dahulu dan isi. Setelah diisi dan dilengkapi maka dilakukan uji konsistensi dan korelasi.  Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui tingkat korelasi antar stasiun hujan.

Uji korelasi antar stasiun hujan dilakukan pada 32 stasiun hujan DIY. Stasiun hujan tersebut dipilih bebrpa buah stasiun untuk di uji korelasi antar stasiun hujannya. Stasiun hujan yang diambil adalah stasiun hujan yang berdekatan. Sebagai contoh seperti pada Stasiun Kaliurang dan Ngipiksari yang mempunyai jarak antar stasiun sebesar 2,6 km. Uji korelasi dilakukan dengan membandingkan nilai R dengan jarak antar stasiun. Dari hasil perhitungan didapatkan berbagai variasi nilai R. Ternyata didapatkan bahwa variasi nilai R juga menunjukkan variasi nilai jarak. Nilai R dan jarak antar stasiun hujan tersebut diplotkan dalam grafik.

Stasiun

Jarak (Km)

R

Kenteng - Wijilan

5,7

0,9901

Kenteng - Sentolo

8,55

0,9631

Kenteng - Sami Galuh

12,11

0,9856

Kenteng - Sendang Pitu

8,65

0,9528

Kenteng - Gesikan

16,61

0,9356

Stasiun Kaliurang-Ngipiksari

2,6

0,9752

Stasiun Kaliurang-Banjarharjo

5,73

0,9645

Stasiun Kaliurang-Babadan

1,28

0,9759

Stasiun Kaliurang-Turi

3,76

0,9484

Stasiun Kaliurang-Tempel

11,51

0,9595

Stasiun Adisucipto-Condong catur

1,12

0,9742

Stasiun Adisucipto-Gondangan

2,23

0,9756

Stasiun Adisucipto-Wonocatur

4

0,9901

Stasiun Adisucipto-Jambon

5,56

0,9889

Stasiun Adisucipto-Jogja

5,95

0,9916

Stasiun Adisucipto-Ngelo

7,11

0,9903

Stasiun Umbulharjo-Sonayan

2,49

0,9836

Stasiun Umbulharjo-Yogya DPU

8,87

0,9817

Stasiun Umbulharjo-Wonocatur

9,89

0,9942

Stasiun Umbulharjo-Jatingarang

11,4

0,9795

Stasiun Umbulharjo-Jambon

11,16

0,9691

Stasiun Wonosari-Kenatan

16,54

0,9397

Stasiun Wonosari-Wates

18,42

0,9015

Stasiun Wonosari-Gedangsari

13,23

0,9428

Stasiun Wonosari-Tepus

28,14

0,8391

Stasiun Wonosari-Semin

24,41

0,9520

Stasiun Jambon-Wonocatur

3,99

0,972

Stasiun Jambon-Yogjakarta

2,18

0,933

Stasiun Jambon-Jatingarang

4,5

0,933

Stasiun Jambon-Gesikan

9,87

0,946

Stasiun Jambon-Condongcatur

5,52

0,983

Stasiun Ngelo-Meguwo

4,65

0,939

Stasiun Ngelo-Gondangan

5,21

0,959

Stasiun Ngelo-Lanud

6,94

0,990

Stasiun Ngelo-Banjarharjo

14,18

0,968

Stasiun Ngelo-Tempel

10,12

0,961

Stasiun Sendang Pitu-Wijilan

3,41

0,971

Stasiun Sendang Pitu-Samigaluh

11,53

0,972

Stasiun Sendang Pitu-Kenteng

8,46

0,953

Stasiun Sendang Pitu-Lanud

14,55

0,981

Stasiun Sendang Pitu-Gesikan

14,44

0,984

Stasiun Wates-Umbulharjo

2,29

0,916

Stasiun Wates-Sonayan

2,48

0,912

Stasiun Wates-Kenatan

9,43

0,918

Stasiun Wates-Wonosari

18,29

0,901

Stasiun Wates-Jatingarang

13,7

0,879

Stasiun Babadan-Banjarharjo

4,92

0,9830

Stasiun Babadan-Kaliurang

1,24

0,9760

Stasiun Babadan-Meguwo

11,97

0,9590

Stasiun Babadan-Ngipiksari

3,63

0,9750

Stasiun Babadan-Turi

4,6

0,9690

Stasiun Jetis-Jatingarang

4,66

0,9480

Stasiun Jetis-Gesikan

5

0,9680

Stasiun Jetis-Jambon

7,5

0,9650

Stasiun Jetis-Yogyakarta

8,56

0,9800

Stasiun Jetis-Wonopeti

11,51

0,9620

Stasiun Ngipiksari-Turi

2,17

0,9630

Stasiun Ngipiksari-Kaliurang

2,23

0,9750

Stasiun Ngipiksari-Babadan

3,92

0,9750

Stasiun Ngipiksari-Banjarharjo

7,89

0,9810

Stasiun Ngipiksari-Tempel

11,36

0,9800

Stasiun Wonocatur-Gondangan

3,72

0,9770

Stasiun Wonocatur-Lanud Adisucipto

4,25

0,9900

Stasiun Wonocatur-Condongcatur

3,29

0,9600

Stasiun Wonocatur-Jambon

3,91

0,9720

Stasiun Wonocatur-Yogyakarta

3,25

0,9910

Sumber : Hasil perhitungan

 

 

Grafik dibawah ini menunjukkan adanya hubungan yang negatif. Artinya bahwa semakin nilai R (sumbu Y) mendekati satu dan mempunyai jarak (sumbu X) yang relatif kecil maka stasiun hujan tersebut semakin berkorelasi. Semakin jauh jarak dan semakin kecil nilai R maka korelasi antar stasiunnya akan semakin kecil (melemah). Dilihat juga dalam grafik dibawah ini bahwa ternyata sebagian stasiun hujan yang telah dilakukan uji krorelasi menunjukkan korelasi antar stasiun, kecenderungan nilai R relatif besar dan jarak antar stasiun relatif dekat. Seperti Stasiun Wonosari dan Tepus yang mempunyai korelasi yang rendah, jarak antar stasiun sangat besar, dan nilai R rendah. Sehingga korelasi antar stasiun tersebut tergolong rendah.

 

Sumber : Hasil perhitungan

 

 

Korelasi antar stasiun dapat menunjukkan berbagai kondisi. Apabila korelasi menunjukkan korelasi yang besar ataupun kuat maka dapat dikatakan bahwa stasiun tersebut masih salaing mepengarui dan dipengaruhi oleh stasiun hujan yang berada disekitarnya. Apabila berkorelasi rendah maka stasiun hujan tersebut tidak dipengaruhi dan mempengaruhi stasiun disekitarnya (terdekat). Korelasi stasiun hujan ini juga menunjukkan kondisi stasiun hujan. Kondisi topografi akan berpengaruh terhadap kondisi data stasiun hujan. Daerah yang bertopografi bergunung dengan daerah yang bertopografi datar tentu saja akan berbeda kondisinya. Sehingga faktor fisik (topografi) mempengaruhi korelasi antar stasiun hujan selain jarak dan nilai R.

Semua itu juga tak terlepas dari dinamika atmosfer yang terjadi, suatu daerah akan memepunyai dinamika atmosfer yang berbeda dengan daerah yang lainnya. Dinamika atmosfer tersebut lebih dipengaruhi oleh kondisi atmosfer sekitar. Pada skala mikro akan berpengaruh pada lingkup area yang kecil saja. Dinamika atmosfer inilah yang jug menyebabkan adanya variasi nilai R. dinamika atmosfer sangatlah dikontrol oleh siklus hidrologi yang terjadi. Siklus hidrologi memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan. Hujan merupakan salah satu konponen dari proses hidrologi yang akan sangat menentukan kondisi hidrologi yang lainnya seperti kondisi dan kondisi airtanah, air permukaan.

 

 

 

Pustaka

 

Weisner, C.J. 1970. Hidrometeorology. London: Chapman and Hall Ltd.

http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=122&Itemid=71 diakses tanggal 19 Desember 2009 pukul 20.08 WIB